Header Ads

test

Pidato Asli Bung Karno Terkait Hari Lahir Pancasila 1 Juni 1945



IR Soekarno adalah pendiri bangsa sekaligus penggali Pancasila dari bumi Indonesia.

Pidato Presiden I RI pada 1 Juni 1945 di depan Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) menjadi tonggak sejarah lahirnya dasar negara Indonesia.

Pada sidang yang dipimpin oleh Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat itu, Soekarno berapi-api mengupas falsafah dasar negara Indonesia.

Dia juga mengkritik para pendiri negeri ini yang menjadi pembicara di sidang BPUPKI sebelumnya yang dianggapnya belum menyentuh pokok persoalan dasar negara.

"Maaf beribu maaf! Banyak anggota (BPUPKI) telah berpidato dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya Indonesia merdeka," ujar Soekarno di depan sidang BPUPKI.

Pernyataan Soekarno itu penulis kutip dari buku Risalah Sidang BPUPKI dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diterbitkan Sekretariat Negara RI tahun 1995.

Soekarno juga mengkritik anggota BPUPKI yang berbicaranya terlalu njelimet  dan membuat berbagai persyaratan untuk memerdekaan Indonesia yang justru akan menghambat.

Dia memberi contoh sejumlah negara di dunia, seperti Arab Saudi, Jerman, Rusia, Mesir dan Tiongkok yang ketika diproklamirkan kemerdekaannya, ternyata rakyatnya masih terbelakang. 

"Arab Saudi merdeka, padahal 80 persen rakyatnya terdiri atas kaum badui yang sama sekali tak mengenal ini dan itu," ujarnya.

Ketika Soviet merdeka, dari 150 juta penduduknya sekitar 80 persen tidak bisa membaca dan menulis.

Menurut Soekarno, kemerdekaan politik itu adalah satu jembatan emas untuk membawa kesejahteraan rakyat. Dalam perjalannya, jembatan itu terus diperbaiki.

"... Kalau balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara, satu menit pun kita tidak akan menolak, sekarang pun menerima urusan itu. Sekarang pun kita mulai dengan Negara Indonesia yang merdeka," tegas Bung Karno yang disambut tepuk tangan meriah anggota BPUPKI.

Pidato Bung Karno beberapa kali memang disambut tepuk tangan dan teriakan anggota BPUPKI.

"Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekaan rakyat. Di dalam Indonesia merdeka itulah kita memerdekaan hatinya bangsa kita!" ujar Bung Karno.

Bung Karno menambahkan, "Kita hendak mendirikan suatu negara semua buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan kaya, tetapi semua buat semua."

Soekarno pun kemudian menyebutkan lima dasar negara yang ia gali dari Tanah Air Indonesia, yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia

Soekarno mengatakan, "Dasarn pertama yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia adalah dasar kebangsaan."

Menurutnya, kebangsaan Indonesia bukanlah kebangsaan dalam arti sempit tetapi satu national staat.

"Indonesia bukan hanya Jawa, bukan Sumatera saja, bukan Borneo saja, bukan Selebes (Sulawesi) saja atau Ambon saja, atau Maluku saja. Tapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah SWT menjadi satu kesatuan antara dua benua dan dua samudera," ujarnya.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan

"Inilah filosofisch principe yang nomor dua yang boleh saya namakan internasionalisme," ujarnya.

Internasional, kata Soekarno, tidak akan dapat subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak akan tumbuh subur jika tidak hidup dalam tamansarinya internasionalisme.

3. Permusyawaratan, Perwakilan atau demokrasi

Lantas apa dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Indonesia bukan satu negara untuk satu orang atau satu negara untuk satu golongan, walaupun kaya.

"Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan," katanya.

4. Kesejahteraan Sosial

Prinsip keempat, kata Soekarno, adalah prinsip kesejahteraan, prinsip: tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.

"Saya katakan tadi prinsip San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Cheng: nasionalisme, democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau merdeka yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera?" tutur Bung Karno.

Bung Karno tidak mau menerima sistem perwakilan seperti di Eropa dan Amerika Serikat yang menggunakan sistem demokrasi yang justru menciptakan kaum kapitalis yang semakin merejalela.


"Tak lain tak bukan adalah yang  dinamakan democratie di sana hanya politik demokrasi saja. Semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, tak ada keadilan sosial, tidak ada ekonomische democratie sama sekali," tegas Bung Karno.

Dia menambahkan, "Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi ala Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek economische  democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial."

5. Prinsip Ketuhanan

Setelah menjelaskan sila dalam keempat dasar negara itu, Soekarno menjelaskan prinsip kelima yakni Ketuhanan.

"Bukan saja bangsa Indonesia berTuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber-Tuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al Masih, yang belum ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW. Orang Budha menjalankan ibadahnya menurut kitabnya," kata Bung Karno.

Prinsip Ketuhanan ini hendaknya dijalankan dengan penuh keadaban. "Apakah cara yang berkeadaban, ialah hormat menghormati satu sama lain. Nabi Muhammad telah memberi bukti yang cukup tentang menghormati agama lain. Nabi Isa pun demikian," katanya.

"Saudara-saudara, dasar negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan!" katanya.

Soekarno mengaku senang simbolik. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai Panca Indera.

"Namanya bukan Panca Dharma. Saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar, dan di atas lima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal, dan abadi," tegas Bung Karno yang disambu gemuruh tepuk tangan hadirin. sumber: tribun


Tidak ada komentar